PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
Tugas analisa : Salah satu etika dalam berdemokrasi adalah menolak berbagai macam bentuk suap dalam proses pemilihan wakil-wakil rakyat. Untuk memahami Pancasila sebagai sistem etika Anda dipersilakan untuk mencari informasi dan menganalisis terkait fenomena pemberian hadiah yang tulus dan hadiah yang mengandung unsur gratifikasi sehingga Anda dapat membedakan antara suatu pemberian itu dikatakan suap dan hadiah atau pemberian yang tulus atau pemberian tanpa pamrih!
Jawab : Kita terkadang sangat sulit membedakan
antara hadiah dengan suap ketika berhadapan dengan pejabat. Gratifikasi berbeda dengan hadiah dan sedekah. Hadiah dan sedekah tidak terkait dengan kepentingan untuk memperoleh
keputusan tertentu, tetapi
motifnya lebih didasarkan pada keikhlasan semata. Gratifikasi jelas akan mempengaruhi integritas, independensi
dan objektivitasnya keputusan yang akan diambil seorang pejabat/penyelenggara
negara terhadap sebuah hal. Didalam Pasal 12 B Ayat No. 31 Tahun 1999 jo UU. No. 20 Tahun 2001 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan «gratifikasi» adalah pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. berbicara mengenai suap, sangat erat kaitannya dengan pemberian, hadiah, diskon, dan rabat. Hal diatas tanpa kita sadari merupakan ruang lingkup suap khususnya dalam gratifikasi. Gratifikasi diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang No. 20 tahun 2001. Dalam penjelasan pasal tersebut, gratifikasi didefinisikan sebagai suatu pemberian dalam
arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, yang diterima di dalam negeri maupun yang di luar
negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronika maupun tanpa
sarana elektronika. Meskipun sudah diterangkan di dalam undangundang, ternyata masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami definisi gratifikasi, bahkan para pakar pun masih memperdebatkan hal ini.
Gratifikasi dapat diartikan positif atau negatif. Hal ini juga sangat merugikan bagi orang lain dan perpektif dan nilai-nilai keadilan dalam hal ini terasa dikesampingkan hanya karena kepentingan sesorang yang tidak taat pada tata cara yang telah ditetapkan. Di negara-negara maju, pemberian gratifikasi bagi kalangan birokrat dilarang keras. Bahkan dikalangan swasta pun gratifikasi dilarang keras dan diberikan sanksi yang tegas bagi pelanggarnya. Sehingga, pelarangan gratifikasi dalam ruang lingkup Pelaksanaan Kegiatan Birokrasi Pelayanan Masyarakat pun perlu dilarang dan diberi sanksi yang tegas bagi para pelakunya. Hal ini dikarenakan Pelaksanaan Kegiatan Birokrasi Pelayanan Masyarakat sebagai salah satu sektor strategis yang menguasai atau mempengaruhi hajat hidup masyarakat banyak. UU TIPIKOR juga memberi «Peluang Lolos» bagi penerima gratifikasi dari ancaman pidana. Pasal 12C menyatakan, bahwa gratifikasi tidak berlaku jika penerima gratifikasi melapor ke KPK dan dilakukan paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak gratifikasi diterima.
PANCASILA DASAR NILAI PENGEMBANGAN ILMU
TUGAS ANALISA :
1. Anda dipersilakan untuk menelusuri pengaruh
pengembangan iptek yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila!
Jawab : Dengan
berkembangnya zaman dan berkembangnya IPTEK yang semakin canggih ini. Begitu banyak dampak positif bagi kita.
Namun disisi lain, adapun dampak negatif yang terjadi pada kita.
Hilangnya nilai moral anak bangsa, terjadi kekerasan di mana mana, anak menjadi malas untuk belajar. Media sosial merupakan contoh perkembangan dari IPTEK. Dalam perkembangan IPTEK ini sebenarnya dapat berkaitan dengan
nilai nilai pancasila. Maka dari itu
sikap toleransi harus kita tingkatkan. Terutama
dalam bermedia
sosial. Jangan semena-mena
dalam menyampaikan pendapat di media sosial.
2. Menggambarkan model pemimpin, warga negara, tokoh publik dan ilmuwan yang Pancasilais di lingkungan sekitar Anda
Jawab : PANCASILA sebagai ideologi bangsa Indonesia dirasa
kian melemah dari masa ke masa. Karena itu, perlu ikhtiar untuk mewujudkan kembali kesaktian Pancasila dari
Nusantara yang pluralis ini. Namun, ikhtiar memperoleh kembali kesaktian yang kian melemah itu tidak
semudah membalik telapak tangan. Terlebih, bila dihadapkan pada realitas perilaku dekonstruktif yang semakin
menyiksa mata dan hati nurani. Salah satu indikator dari melemahnya kesaktian tersebut
ialah ketidakpastian dalam penegakan hukum. Kesimpulan dari semua
keresahan ini mengerucut pada suatu kalimat kepasrahan 'siapa pun kita harus
bersiap untuk disalahkan bahkan dipenjarakan. ' Lebih mengenaskan
lagi, terkadang ada orang gemar membenarkan yang salah. Sementara itu, yang memang salah
lantas dibenarkan. Dari pespektif Multikulturalisme-nya Azyumardi Azra , setidaknya ada tiga penyebab melemahnya kesaktian Pancasila. Pancasila sudah telanjur tercemar rezim Orde Baru
dengan kebijakan menjadikan Pancasila sebagai instrumen politik mempertahankan
status quo kekuasaannya.desentralisasi dan otonomisasi daerah yang mendorong penguatan sentimen
kedaerahan. Pemerintahan yang lahir setelah hadirnya reformasi
tidak hanya terjerumus ketiga penyebab itu, tapi juga diperparah
dengan keresahan masyarakat terkait dengan persoalan penegakan hukum. Pancasila hanya dipandang sebagai produk penguasa yang hanya menjadi alat
legitimasi dan justifikasi segala tindakannya yang serakah dan arogan. Kondisi ini semakin diperparah minimnya keteladanan atau tunjuk ajar
melalui amalan nyata dalam 'sekolah kehidupan Indonesia. Betapa realitas memperlihatkan bahwa masalah korupsi, pembocoran anggaran, dan pelaksanaan pembangunan
ternyata tidak kalah parah jika dibandingkan dengan masa Orde Baru. Visi menjadi Pancasilais itu akan lebih mudah
diupayakan bila didukung keteladanan para penyelenggara negara dengan penuh
integritas. Pancasila sesungguhnya masih ada bersemayam dalam hati sanubari anak
bangsa dan menjadi sandaran dasar dari ideologi negara maupun hukum. Namun, secara politik ia tidak
mengalami aktualisasi atau penghayatan karena banyak perangai yang menyakitkan
pemandangan mata dan hati. Bukan cerita baru ketika yang picik dan penjilat dipromosikan, yang jujur dan lurus dicampakkan. Yang salah
berleha-leha, yang benar dipenjarakan. Yang kaya bertambah
kaya, yang susah tambah merana.
Komentar
Posting Komentar